Jaksa Agung Kesulitan Tuntaskan Tragedi Mei
Cubic Centra Indonesia (CCI)
http://www.cc-indonesia.com
Kejaksaan Agung mendapat kesulitan terkait penyelesaian tragedi reformasi Trisakti 12 Mei 1998 lalu. Peristiwa pelanggaran HAM tersebut perlu dikompromikan dalam kesepakatan politik.
"Sebab, peritiwa tersebut terjadi sebelum ada UU Pengadilan HAM itu, harus ada keputusan politik. Salah satunya untuk bentuk peradilan HAM Ad Hoc," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/5).
Peristiwa terjadi tahun 1998, jauh sebelum UU Pengadilan HAM dibentuk. Maka, Hendarman berpendapat, perlu ada kesepakatan para perumus UU untuk memecahkan dilema tersebut. "Agar ini tidak menjadi persoalan baru ke depannya," imbuh dia.
Setidaknya ada beberapa faktor yang menyulitkan Kejaksaan untuk mengungkap siapa pelaku dalam kasus pada zaman penggulingan Orde Baru tersebut. Yakni, Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Pasal 8 soal genosida. Pasal 9 menyebutkan apabila terjadi pembunuhan secara terencana, meluas, dan sistematis, ini yang sulit (diungkap)," tutur Hendarman.
Seluruh civitas akademika Kampus Trisakti dan para keluarga korban gugur, hari ini memeringati tragedi reformasi 12 Mei, 12 tahun lalu. Ketika itu, kerusuhan terjadi hingga aksi berakhir dengan penembakan aparat polisi kepada empat mahasiswa yaitu Elang Mulia Lemana (jurusan Arsitektur angkatan 1996), Hafidin Royan (jurusan Teknik Sipil angkatan 1996), Hendriawan (jurusan Manajemen angkatan 1996), dan Heri Hartanto (jurusan Teknik Mesin angkatan 1996), hingga meregang nyawa.
Sebelumnya, pihak keluarga korban tewas meminta atensi pemerintah SBY-Boediono. Mereka menuntut agar presiden mengeluarkan SK (Surat Keputusan) agar 12 Mei ditetapkan menjadi hari libur nasional peringatan kebangkitan reformasi.
0 Response to "Jaksa Agung Kesulitan Tuntaskan Tragedi Mei"
Post a Comment