Sri Mulyani, di Antara Pujian dan Hujatan

Media Monitoring Service
Cubic Centra Indonesia
http://www.cc-indonesia.com

Sri Mulyani Indrawati adalah fenomena. Pada 5 Desember 2005 ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan perombakan kabinet, ia pindah pos: dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menjadi Menteri Keuangan. Ia menggantikan Jusuf Anwar.

Di pos baru itu, doktor ekonomi lulusan University of Illinois Urbana Champaign tersebut melakukan sejumlah terobosan. Salah satu yang terpenting adalah reformasi birokrasi di Departemen Keuangan, sebagai model untuk tingkat nasional. Program reformasi birokrasi sendiri dimulai 2004, yang mencakup Penataan Organisasi, Perbaikan Proses Bisnis, dan Peningkatan Manajemen Sumber Daya Manusia.

Penataan Organisasi meliputi modernisasi dan pemisahan, penggabungan, serta penajaman fungsi jabatan dan struktur organisasi. Perbaikan Proses Bisnis meliputi analisis dan evaluasi jabatan, analisa beban kerja, dan penyusunan standard operating procedure (SOP). Adapun Peningkatan Manajemen SDM meliputi penyelenggaraan pendidikan dan latihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin dan pengintegrasian Sistem Informasi Manajemen Pegawai (SIMPEG).

Terkait isu ini, perbaikan kesejahteraan juga menjadi agenda. Sekretaris Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Tasdik Kinanto mengungkapkan, Departemen Keuangan merupakan departemen dengan penghasilan pegawai paling tinggi. "Di Depkeu, tunjangan kinerja untuk seorang pejabat eselon satu bisa Rp 40 juta, padahal gaji pokoknya hanya Rp 3 juta," katanya, Agustus 2009. Gaji dan tunjangan di Departemen Keuangan akan menjadi acuan dalam menentukan penghasilan di departemen lain.

Sunarsip, ekonom kepala The Indonesia Economic Intelligence berpendapat, selain isu-isu seperti reformasi birokrasi, prestasi Sri Mulyani yang menonjol adalah keberhasilannya menjaga disiplin fiskal: menjaga sisi penerimaan APBN tetap dalam targetnya dan juga menjaga sisi belanja negara agar tidak membengkak.

"Dalam konteks disiplin anggaran, misalnya, Depkeu telah berhasil meningkatkan penerimaan perpajakan. Penerimaan perpajakan (penerimaan pajak dan bea cukai) dalam 5 tahun naik rata-rata 23,8% per tahun. Pada tahun 2008, penerimaan perpajakan naik 34,2% dibandingkan 2007. Selain karena didukung oleh kondisi perekonomian yang baik, kenaikan penerimaan perpajakan juga merupakan buah dari keberhasilan Depkeu melakukan reformasi pajak dan kepabeanan," tulis Sunarsip di Koran TEMPO

Menurut Sunarsip, salah satu kunci sukses SMI di bidang ini adalah ketepatannya dalam memasang figur-figur untuk menduduki pos-pos penting. Sosok seperti Darmin Nasution (Dirjen Pajak) dan Anwar Supriadi (Dirjen Bea Cukai) adalah sosok yang ikut menentukan keberhasilan Sri Mulyani dalam menjaga kontribusi penerimaan APBN.

Prestasi menonjol SMI lain adalah kesuksesan mengelola utang pemerintah. Dalam lima tahun terakhir ini, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurun drastis. Sri Mulyani mengatakan, rasio utang yang diperkirakan mencapai 32 persen, jauh lebih baik dibandingkan negara maju seperti Jepang (217 persen) dan Amerika Serikat (81,2 persen). Sri Mulyani menyatakan, pemerintah berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB dari tahun 2000 sebesar 89 persen menjadi sekitar 32 persen pada tahun ini.Penurunan rasio sebesar 60 persen tersebut terbilang cukup tinggi dibandingkan Amerika Serikat (AS) sebesar 10 persen dan Inggris 30 persen.

Sri Mulyani mengaku heran dengan banyaknya kritikan dari pengamat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menilai pemerintah hanya menggunakan parameter berdasarkan rasio utang terhadap PDB. "Saya heran, di negara manapun mereka menggunakan pola ini," ujarnya.

Cuma, perempuan kelahiran Tanjungkarang, 26 Agustus 1962, itu mengakui, secara nominal utang pemerintah Indonesia memang mengalami kenaikan. Pada tahun 2000, utang pemerintah mencapai Rp 940 triliun dengan Rp 438 triliun berasal dari pinjaman luar negeri. Angka tersebut meningkat menjadi Rp 1.389 triliun (Rp 730 triliun).

Kurang dari setahun setelah menjabat Menteri Keuangan, Sri Mulyani terpilih sebagai Menteri Keuangan Terbaik di kawasan Asia untuk 2006 oleh harian Emerging Markets. Pemimpin Redaksi Emerging Markets Taimur Ahmad mengatakan, lembaganya setiap tahun mengadakan pemilihan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral terbaik berdasarkan komposisi kawasan benua. Penghargaan ini selalu diberikan bertepatan dengan sidang tahunan IMF dan Bank Dunia.

Menurut Taimur, Sri Mulyani dipilih sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Asia berdasarkan kriteria seperti peningkatan ekonomi, pertumbuhan, kepercayaan investor, rating, dan penilaian investor asing. "Sumber penilaian kami bankir, analis, dan investor," kata Taimur kepada Tempo di Singapura, 15 September 2006.

Pada tahun yang sama, Sri Mulyani mendapat penghargaan antiKorupsi dari Bung Hatta Anticorruption Award. Selain Sri Mulyani, dua orang lain adalah mantan Wakil Ketua KPK Amien Sunaryadi dan Ketua Komisi Yudisial Busro Muqoddas. "Mereka masuk tiga kriteria yang ditetapkan dewan juri. Yakni bersih dari praktik korupsi, ada tindakan nyata dalam membersihkan korupsi di lingkungan masing-masing dan tindakannya itu efektif," kata ketua Dewan Juri BACA Betti Alisjahbana, Selasa, 28 Oktober 2006.

Salah satu gebrakan Sri Mulyani dalam pemberantasan korupsi adalah mendorong reformasi di Mahkamah Agung dengan mendesak hakim-hakim dan panitera memperbaiki kualitas putusan. Karena bila tidak, sang menteri mengancam akan menahan tunjangan para hakim. Ia juga memimpin langsung reformasi birokrasi di Departemennya dengan menempatkan direktur jenderal pilihan yang dianggap mampu melaksanakan program reformasi birokrasi tersebut. Seperti, penempatan Dirjen Pajak dan Dirjen Bea dan Cukai, yang selama ini dikenal sangat subur sebagai korupsi.

Penghargaan tak stop di sana. Majalah Forbes memilih Sri Mulyani sebagai perempuan paling berpengaruh ke-23 di dunia dan perempuan paling berpengaruh ke-2 di Indonesia, di daftar "100 Wanita Paling Berpengaruh di Dunia" pada 2008. Mantan direktur eksekutif IMF itu menempati posisi ke-23, mengungguli aktivis prodemokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi yang berada di peringkat ke-38 dan Senator Hillary Rodham Clinton di peringkat ke-28. Pada 2009, Sri Mulyani kembali masuk daftar. Namun, ia hanya berada di peringkat 71.

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono kembali menjabat sebagai RI1, posisi Sri Mulyani tak tergoyahkan. Tapi, proses politik kemudian menyudutkan Sri Mulyani. Ini terkait dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun kepada Bank Century ketika ia menjabat sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). DPR menilai kebijakan itu merugikan keuangan negara dan Sri Mulyani menjadi salah seorang yang harus bertanggung jawab. Tapi, Sri Mulyani mengatakan kebijakan itu diambil untuk mencegah Indonesia dari jeratan krisis pada 2008.

Sri Mulyani menjadi sasaran tembak. Sejumlah politisi memintanya meninggalkan jabatan. Para demonstran meneriakkan tuntutan agar Sri Mulyani dipenjara. Namanya disebut dengan penuh kebencian. Foto dirinya diinjak-injak di jalanan.

Sandungan berikutnya adalah ulah Gayus Tambunan. Pegawai kantor pajak itu ternyata memiliki duit puluhan miliar secara tidak sah dengan menyalahgunakan profesinya. Indonesia geger. Sejumlah kalangan seperti memperoleh amunisi baru: Sri Mulyani itu nol besar dalam soal reformasi birokrasi. Desakan agar Sri Mulyani lengser kian deras.

Sri Mulyani sendiri menyanggah kasus Gayus merupakan bukti kegagalan remunerasi terkait reformasi birokrasi. "Mungkin tidak (menurunkan kepercayaan publik). Kecuali kalau saya diam dan Ditjen Pajak tidak merespon," katanya. Bagaimanapun, kata dia, pegawai pajak ada 30-an ribu. Satu dua oknum yang melakukan pelanggaran lalu ketahuan akan direspon dengan mekanisme internal.

Sebentar lagi, Sri Mulyani akan meninggalkan hiruk-pikuk tersebut. Pos baru sebagai managing director di Bank Dunia telah menanti. Banyak orang bilang, Indonesia kehilangan salah satu putri terbaiknya. (YUS/dari berbagai sumber)

sumber

0 Response to "Sri Mulyani, di Antara Pujian dan Hujatan"

Post a Comment

Powered by Blogger