Politik Pencitraan Vs Gerakan Kelas Menengah

Media Monitoring, Analysis and Tracking, Information System Consultant, Software-Web Develoment and Maintenance,Computer Network Supply and Installation, Purchasing Service
Cakrajiya Ciptana (CCi)
http://www.cc-indonesia.com


ARTICLE CLIPPINGS

Media : www.tribun-timur.com

Date : Thursday, May 20, 2010

Url : http://www.tribun-timur.com/re...

Tone : Neutral


APA jadinya jika pemerintahan diurus oleh orang yang mengandalkan citra? Betapa malangnya nasib suatu masyarakat yang menyerahkan kedaulatannya kepada pemerintah yang gila pencitraan, Pilkada hanya menjadi ajang menjual citra kandidat.

Setelah terpilih, mereka sibuk menjaga citra lewat gerakan politik pencitraan.

Itulah topik pembicaraan sesi kedua diskusi Pilkada, Mensejahteraka Rakyat Atau Tidak yang digelar Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) di redaksi Tribun, Selasa (18/5) sore.

Diskusi dihadiri perwakilan partai, akademisi, dan aktivis antara lain, Prof Dr Qasim Mathar (UIN), Dr M Darwis (Unhas), Zakir Sabara (UMI), Usman Lonta (PAN), Devisanty Erawati (PKS), Prof Hamdan Juhannis (UIN), Dr Firdaus Muhammad (UIN), Dr Muh Saad (FISIP Unhas), Azhar Arsyad (aktivis LSM), dan Aslan A Abidin (sastrawan/UNM).

"Politik pencitraan ini harus menjadi perhatian kelas menengah agar kita tidak ikut larut dalam permainan mereka," tegas Qasim.

Menurutnya, kelas menengah di Sulsel terjebak dengan hanya menyoroti gaya politik pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Kita tidak adil jika hanya menyorot SBY, sebab di depan mata kita, gubernur juga melakukan hal yang sama," ujarnya.

Salah satu bukti kelengahan kelas menengah di Sulsel, lanjut Qasim, mereka telah mendiamkan masa dua tahun pemerintahan di tingkat provinsi tanpa evaluasi menyeluruh.

"Padahal, kita masih ingat janji gubernur saat kampanye dulu. Gubernur berjanji, jika tidak berhasil dalam dua tahun, akan mundur," ujar Devisanty.

Pernyataan Devisanty diamini Qasim. "Mengapa kelas menengah tinggal diam. Kalau memang gubernur telah gagal melaksanakan janji-janjinya dalam dua tahun masa jabatannya, kita tuntut dia mundur. Saya dulu adalah pendukung utama gubernur ini, tapi saya juga yang akan berdiri paling di depan menuntut dia mundur kalau terbukti gagal,"ujarnya.

Qasim yang juga tercatat deklarator PAN Sulsel meminta Usman Lonta untuk menyampaikan secara jujur hasil evaluasi yang dilakukan fraksinya terhadap dua tahun pemerintahan di Sulsel.

"Berdasarkan analisa kita di dewan, RPJMD (rancangan pembangunan jangka menengah daerah) tidak sejalan dengan visi-misi gubernur," jawab Usman.

Zakir meminta izin membantu Usman. Menurutnya, kegagalan pemerintahan provinsi bisa diukur dari tiga hal yang menjadi prioritas yang dijanjikan saat kampanye, yakni, pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan pemerintahan yang kuat.

"Pendidikan gratis dan kesehatan gratis sudah terbongkar hasilnya. Yang banyak dilupakan orang janji menghadirkan pemerintahan yang kuat. Bagaimana pemerintahan mau kuat kalau diserahkan kepada yang bukan ahlinya. Buktinya, rumah sakit jiwa diurus dokter gigi, masalah agama diurus mantan pegawai dinas kehutanan dan seterusnya," jelas Zakir.

Sedangkan Prof Hamdan menilai kegagalan gubernur berhasil diselubungkan dari "penglihatan" masyarakat karena kepiawaian mengemas diri lewat politik pencitraan.

"Inilah salah satu bahayanya politik pencitraan itu. Yang ditampakkan hanya permukaan," katanya.

Kelas Menengah

Mantan Ketua Forum Informasi Komunikasi (FIK) Organisasi Non-Pemerintah (Ornop) Sulsel, Azhar Arsyad, menyarankan perlunya kelas menengah melakukan konsolidasi untuk mensinergikan gerakan.

"Selama ini tidak ada sinergi gerakan di kalangan kelas menengah, maka perlu segera dilakukan konsolidasi," ujar Azhar yang juga Sekretaris Jenderal Pengurus Besar (PB) Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI).

Darwis pun mengamini perlunya konsolidasi kelas menengah untuk menciptakan daya kritis yang kuat. "Mestinya kelas menengah tidak tinggal diam dan harus bersatu mendesak gubernur mundur jika sudah gagal dalam dua tahun pemerintahannya," tegas Darwis.

"Selain dari apa yang sudah disampaikan sebelumnya, baiknya kita katakan ke masyarakat yang selalu menjadi korban kampanye para politisi itu, jangan pernah lagi menyerahkan nasib Anda ke politisi dan agamawan karena nasib Anda ada di tangan Anda sendiri," ujar Aslan menimpali. Hadirin pun tertawa.



0 Response to "Politik Pencitraan Vs Gerakan Kelas Menengah"

Post a Comment

Powered by Blogger