Produksi Rokok Mulai Dibatasi
Cakrajiya Ciptana (CCi)
http://www.cc-indonesia.com
ARTICLE CLIPPINGS | ||
Media : Investor Daily | | Date : Tuesday, June 15, 2010 |
Page : Frontpage | | Tone : Neutral |
Position : Bottom | | Section : None |
Kementerian Perin dustrian (Kemenperin) memastikan produksi rokok nasional pada 2010 dipangkas sebanyak 5 miliar batang, dari 245 miliar batang pada 2009 menjadi hanya 240 miliar batang. Penurunan produksi itu dilakukan berdasarkan peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau yang dirumuskan Kemenperin.
Seiring dengan itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menargetkan, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan (RPP Pengendalian Tembakau) segera rampung dan diterbitkan tahun ini.
Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih, Dirjen Industri Agro dan Kimia Kemenperin Benny Wachjudi, Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kemenperin Warsono, dan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Mereka dihubungi Investor Daily secara terpisah di Jakarta, Senin (14/6).
Menkes mengatakan, pemerintah telah membahas RPP Pengendalian Tembakau dalam rapat interdep. Saat ini, masingmasing kementerian terkait sedang melengkapi data yang dibutuhkan. "Belum ada kata putus. Tidak bisa cepat. Pasti lama. Ini kan Peraturan Pemerintah, harus menjadi cerminan dari berbagai kementerian. Kami berharap bisa tahun ini, Insya Allah," kata Endang.
Dia menerangkan, beberapa hal yang akan diatur oleh RPP Pengendalian Tembakau di antaranya tentang kawasan bebas asap rokok, dampak rokok bagi kesehatan, iklan rokok, dan larangan menjual rokok kepada anakanak. RPP Pengendalian Tembakau itu merupakan petunjuk teknis dan UU No 36/2009
tentang Kesehatan. "RPP itu mengatur mengenai pengendalian dampak rokok dari aspek kesehatan," ujar Menkes.
Berdasarkan roadmapindustri hasil tembakau pada 20102015, menurut Warsono, pemerintah akan memprioritaskan aspek penerimaan negara, kesehatan, dan tenaga kerja.
"Untuk itu, pemerintah mulai membatasi produksi rokok pada tahun ini," kata dia.
Dia menjelaskan, pembatasan produksi rokok itu akan dilakukan dengan instrumen kenaikan cukai dan penetapan Daltar Negatif Investasi (DNI). Industri rokok dimasukkan kategori terbuka bersyarat dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 111 dan 112 Tahun 2007 tentang DNI.
' Bahkan, kata Warsono, investasi industri rokok yang baru bisa saja ' tertutup atau tidak diperbolehkan dibuka. Melalui Perpres No 28/ 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, pemerintah menetapkan roadmap industri hash tembakau. Pada periode 20152020, pemerintah akan fokus pada aspek kesehatan melebihi aspek tenaga kerja dan penerimaan.
Benny Wachjudi menerangkan, pemerintah semula berencana membatasi produksi rokok hanya 232 miliar batang. "Tapi, kita tetap memerlukan pertumbuhan pada industri ini sesuai dengan sasaran roadmap IHT dan kebijakan cukai yaitu triple track (pro job, growth, dan poor). Jadinya, untuk 2010, ditetapkan produksi rokok hanya 240 miliar batang," katanya.
Dalam jangka pendek, jelas Benny, pengembangan IHT akan diprioritaskan pada aspek tenaga kerja, penerimaan negara, dan kesehatan. Selanjutnya, fokus pengembangan akan bertumpu pada aspek penerimaan negara, kesehatan, tenaga kerja, Dalam jangka panjang, fokus utama adalah aspek kesehatan, tenaga kerja, dan penerimaan negara. "Penyerapan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung di industri tembakau saat ini mencapai 6,1 juta orang. Ini perlu diperhatikan," ujarnya.
Penjualan Rp 160 Triliun
Berdasarkan data Kemenperin, dengan total penjualan rokok sebanyak 245 miliar batang pada tahun lalu, total penjualan rokok di Indonesia diperkirakan mencaj?ai Rp 160,7 triliundengan harga rokok per batang Rp 666. Dari angka itu, pemasukan negara dari cnkai rokok mencapai Rp 53,3 triliun pada tahun lalu. Dengan demikian, pendapatan pabrikan rokok di Indonesia mencapai Rp 107,4 triliun.
Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, jumlah pendapatan produsen yang mencapai Rp 100 triliun lebih bisa dimaklumi dan bisa saja terjadi. Tapi, omzet yang didapat produsen rokok nasional masih dalam hitungan kotor.
"Kita kan belum tahu angka paten mengendalikan miras dan alkohol karena produk itu adiktif. Coba saja lihat, mana ada sponsor acara oleh produk miras atau alkohol. Tapi, untuk rokok, pemerintah tidak konsisten. Seharusnya, perlakuan atas rokok sama dengan miras dan alkohol. Penjualan rokok harus dibatasi, pencantuman peringatan kesehatan dalatn bentuk gambar, serta iklan atau segala bentuk sponsor dan promosi harus dilarang," tegas Tulus.
Pengendalian penjualan rokok, jelas dia, harus diimplementasikan bahwa produk tersebut hanya bisa dijual di tempattempat tertentu yang berizin. Sehingga, kata dia, penjualannya tidak lagi sebebas sekarang dan tidak dijual kepada anakanak di bawah umur.
"RPP Pengendalian Tembakau itu harus ditujukan mengendalikan penjualan rokok, tidak sekadar mengatur kawasan bebas asap rokok. Sebab, UU Kesehatan sudah menegaskan tembakau sebagai produk adiktif. UU Cukai juga mengamanatkan setiap barang yang dikenakan cukai harus dikendalikan peredarannya," kata Tulus.
Selain dengan RPP Tembakau, menurut Talus, pengendalian rokok bisa dilakukan dengan menaikkan cukai rokok hingga maksimal 57%. "Saat ini masih sekitar 40%, dan itu terendah. Kalau pun cukai dinaikkan maksimal 57%, cukai Indonesia masih tergolong rendah. Sebab, ratarata cukai di negara lain sekitar 6075%," ucapnya.
Tulus menerangkan, tingkat konsumsi rokok di Indonesia telah mencapai batas gawat. Saat ini, Indonesia menjadi pengonsumsi rokok tertinggi nomor tiga dunia, setelah India dan Tiongkok.
Tragisnya lagi, lanjut Tulus, sebanyak 70% dari jumlah batang rokok tersebut dikonsumsi oleh masyarakat miskin. Hal ini setidaknya telah menghabiskan 12,4% dari total pendapatan satu orang masyarakat miskin. "Hal ini sangat konyol. Rokok akan semakin memiskinkan masyarakat. Sedangkan pengusaha rokok malah menjadi orang terkaya," jelas Tulus.
I4eski PreA* rokok dibatasi, DirektoratJenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan setoran cukai rokok pada 2010 naik 2,8% menjadi Rp 58,3 triliun dibanding target awal tahun ini sebesar Rp 56,7 triliun.
"Target pendapatan cukai rokok ditambah Rp 1 triliun oleh menteri keuangan yang saat itu dijabat Sri Mulyani, menjadi Rp 58,3 triliun," kata Direktur Cukai BC Bachtiar.
Menurut Bachtiar, peningkatan target setoran cukai akan dicapai dengan kenaikan tarif cukai. Kenaikan tarif cukai yang lebih besar terjadi pada Sigaret Mesin Putih (SPM). Langkah ini ditempuh agar tarif cukai SPM sama dengan sigaret kretek mesin (SKM).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 181/PMK011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2010 disebutkan, tarif cukai SKM I naik rata-rata sebesar Rp20 per batang, SKM II Rp28, sigaret kretek mesin (SKT) I Rp15, sigaret kretek tangan (SKT) II Rp15, dan SKT III sebesar Rp25.
0 Response to "Produksi Rokok Mulai Dibatasi"
Post a Comment