Fungsi Operasi Payment Berbasis Keamanan
Media Monitoring Service
Cubic Centra Indonesia (CCI)
http://www.cc-indonesia.com
Media : Internet
Website : http://www.mediaindonesia.com/...
Tanggal : Wednesday, June 02, 2010
Penulis : -
Tone : Neutral
General Equilibrium ala Arrow Debrue adalah kunci dari solusi keamanan pada operasi pembayaran dalam skala nasional, regional, dan global. Pentingnya keamanan dalam operasi sistem pembayaran termasuk ATM sangatlah tinggi. Chakravorti and Bolt (2008) membuat model, yakni konsumen berpartisipasi dalam jaringan kartu pembayaran adalah dalam rangka menjamin dirinya sendiri terhadap tiga tipe dari syok, yaitu pendapatan, pencurian, dan tipe dari merchant yang mana cocok dengan sistem kartu pembayaran tersebut.
Syok dari efek pendapatan terbukti lebih besar ketimbang dari efek substitusinya. Namun dalam kondisi yang efek substitusinya lebih dominan ketimbang efek pendapatan maka umumnya efek substitusi tersebut dapat dimasukkan dalam variabel baru, yaitu syok substitusi.
Di negara maju umumnya syok pendapatan lebih dominan ketimbang variabel lainnya seperti variabel pencurian dan kecocokan tipe dari merchant. Namun harus diingat bahwa di negara maju investasi terhadap keamanan publik termasuk dalam sektor pembayaran secara relatif juga lebih besar. Untuk level seperti Amerika Serikat saja dapat menuntut investasi sebesar US$30 miliar. Sekalipun demikian, syok pendapatan tidak dapat diredam oleh pengeluaran publik untuk sektor keamanan. Syok pendapatan merupakan utamanya fungsi dari siklus bisnis. Perekonomian yang mudah terperangkap oleh kondisi bubble merupakan perekonomian yang paling rentan terhadap syok pendapatan. Keamanan dalam konteks syok pendapatan hanya dapat diatasi oleh regulasi pasar yang bersifat transparan dan reliable. Syok pendapatan juga dapat dieliminasi (walaupun tidak seluruhnya) dengan program safety net. Sejauh mana program safety net diterapkan dalam perekonomian tersebut sangat menentukan kemampuan perekonomian tersebut dapat meminimisasi syok pendapatan pada sistem pembayaran sebuah negara.
Sementara itu, variabel keamanan itu sendiri memainkan peran yang sangat dominan di negara yang perekonomiannya relatif masih belum maju. Istilahnya Rostow adalah perekonomian yang pada tahap hingga periode take off. Pada periode take off ini umumnya juga rentan terhadap syok pendapatan. Sekalipun demikian secara relatif porsi dari syok pendapatan sering kali diabaikan di negara sedang berkembang. Hal ini sebetulnya juga terjadi di negara maju, namun dalam fraksi yang lebih kecil. Negara dalam posisi take off mengalami tekanan yang sangat kuat dari sisi variabel syok pendapatan dan syok keamanan secara simultan.
Apalagi jika urutan liberalisasi dilakukan secara serampangan. Misalnya liberalisasi keuangan dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukannya liberalisasi sektor riil. Akibatnya kegagalan sektor riil dalam memompa produktivitas dan daya saing menimbulkan ongkos ekonomi yang sangat besar yaitu deindustrialiasi dini. Munculnya pengangguran terselubung merupakan bensin dari segala macam kejahatan. Kombinasi dari para penganggur dari sektor industri yang memiliki pendidikan yang relatif tinggi merupakan ancaman terhadap keamanan sistem pembayaran nasional. Apalagi jika di dalam perekonomian nasional juga terdapat sektor pertambangan yang secara sistematis dan terus-menerus mengalami pertumbuhan nilai tambah yang sangat marjinal bahkan negatif. Kegagalan keamanan nasional dalam mendukung operasi sistem pembayaran yang andal dan efisien akan mengubah perilaku perbankan ke arah perilaku yang semakin tidak sehat.
Massoud and Bernhardt (2002) atau Donze and Dubec (2006) membuktikan bahwa, "Interchange fees soften the competition on deposits, because it becomes less proftable to attract a consumer when a 'foreign' consumer makes withdrawals that generate revenues." Kejahatan sektor pembayaran yang menyebabkan perbankan gagal dalam memperoleh keuntungan dari sektor ATM akan berpotensi besar terhadap peningkatan kompetisi perbankan dalam pasar depositnya. Perbankan akan terjebak dalam persaingan yang semakin ketat seperti pemberian hadiah. Dalam konteks itu perbankan di Indonesia juga berkepentingan terhadap kondisi keamanan sektor pembayaran di negara-negara lain, khususnya negara-negara yang Indonesia memiliki perjanjian perdagangan bebas seperti ASEAN. Dengan demikian, keamanan sektor pembayaran tidak dapat hanya mengandalkan kondisi keamanan di satu negara.
Seperti yang dibuktikan oleh Van Hove pasaran bersama Eropa ternyata menyebabkan perbankan di Belanda mengalami kerugian yang sangat besar. Van Hove (2005) menyebutkan bahwa, "The banks in the Netherlands incurred an overall loss of EUR 23 million on their payments business." Jika faktor keamanan diabaikan, potensi kerugian dari bisnis pembayaran akan semakin besar. Kondisi keamanan ini juga sangat terkait dengan struktur dari pasar merchant itu sendiri. Semakin efisien struktur pasar merchant tersebut, akan semakin kecil potensi kerugian yang terjadi. Rochet and Tirole (2002) menyebutkannya sebagai, "The profit maximising interchange fee on card payments is set at the maximum level that is compatible with merchants acceptance of payment cards."
Bentuk kejahatan lain di pasar pembayaran adalah kartel pada pasar merchant. Di sinilah kegagalan pasar berpotensi merusak efisiensi perekonomian nasional. Divergensi antara efisiensi provider dan para merchant akan semakin terjadi. Sesuai juga dengan apa yang dikatakan oleh Rochet and Tirole (2002) bahwa, "Merchants may accept cards even if their cost is higher than the cost of cash if there is imperfect competition on the product market." Di sinilah tugas pemerintah untuk menghapus kejahatan kartel secara sistematis diperlukan agar pasar yang tercipta boleh jadi tetap bersifat imperfect competition, tetapi memiliki teknologi yang bersifat increasing return to scale sebagaimana yang sering dikemukakan oleh Paul Krugman.
Koordinasi antara pihak kepolisian di Indonesia dan negara-negara lain, yakni perbankan Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan pasar pembayarannya harus segara diutamakan dan direncanakan secara matang. Dengan adanya jaminan keamanan antarnegara, bank di Indonesia seperti BCA yang berkonsentrasi pada pelayanan pembayaran dapat memperbesar pasar ATM mereka di luar negeri seperti yang dikemukakan oleh Donze dan Dubec. Donze and Dubec (2006) mengemukakan bahwa, "The marginal benefit of investing in ATM deployment is linked to the possibility to make profits on foreign withdrawals." Jelas bahwa keamanan dari sistem pembayaran harus fokus kepada terjadinya kondisi asimetris pada biaya, elastisitas demand dan intensitas relatif dari pengguna akhir pada pasar konsumen dan merchant. Wright (2001) and Schmalensee (2002) menekankan secara tegas bahwa, "Firstly emphasize the platform's role in balancing the demand of payment services by consumers and merchants."
Memang benar yang dikatakan mereka bahwa keamanan dalam sistem operasi pembayaran menyeimbangkan permintaan dari kedua pasar tersebut! Hanya dalam kondisi keseimbangan yang bersifat konvergensi maka fungsi operasi payment berbasis keamanan dapat berjalan secara optimum.
Oleh Achmad Deni Daruri President Director Center for Banking Crisis
Cubic Centra Indonesia (CCI)
http://www.cc-indonesia.com
Media : Internet
Website : http://www.mediaindonesia.com/...
Tanggal : Wednesday, June 02, 2010
Penulis : -
Tone : Neutral
General Equilibrium ala Arrow Debrue adalah kunci dari solusi keamanan pada operasi pembayaran dalam skala nasional, regional, dan global. Pentingnya keamanan dalam operasi sistem pembayaran termasuk ATM sangatlah tinggi. Chakravorti and Bolt (2008) membuat model, yakni konsumen berpartisipasi dalam jaringan kartu pembayaran adalah dalam rangka menjamin dirinya sendiri terhadap tiga tipe dari syok, yaitu pendapatan, pencurian, dan tipe dari merchant yang mana cocok dengan sistem kartu pembayaran tersebut.
Syok dari efek pendapatan terbukti lebih besar ketimbang dari efek substitusinya. Namun dalam kondisi yang efek substitusinya lebih dominan ketimbang efek pendapatan maka umumnya efek substitusi tersebut dapat dimasukkan dalam variabel baru, yaitu syok substitusi.
Di negara maju umumnya syok pendapatan lebih dominan ketimbang variabel lainnya seperti variabel pencurian dan kecocokan tipe dari merchant. Namun harus diingat bahwa di negara maju investasi terhadap keamanan publik termasuk dalam sektor pembayaran secara relatif juga lebih besar. Untuk level seperti Amerika Serikat saja dapat menuntut investasi sebesar US$30 miliar. Sekalipun demikian, syok pendapatan tidak dapat diredam oleh pengeluaran publik untuk sektor keamanan. Syok pendapatan merupakan utamanya fungsi dari siklus bisnis. Perekonomian yang mudah terperangkap oleh kondisi bubble merupakan perekonomian yang paling rentan terhadap syok pendapatan. Keamanan dalam konteks syok pendapatan hanya dapat diatasi oleh regulasi pasar yang bersifat transparan dan reliable. Syok pendapatan juga dapat dieliminasi (walaupun tidak seluruhnya) dengan program safety net. Sejauh mana program safety net diterapkan dalam perekonomian tersebut sangat menentukan kemampuan perekonomian tersebut dapat meminimisasi syok pendapatan pada sistem pembayaran sebuah negara.
Sementara itu, variabel keamanan itu sendiri memainkan peran yang sangat dominan di negara yang perekonomiannya relatif masih belum maju. Istilahnya Rostow adalah perekonomian yang pada tahap hingga periode take off. Pada periode take off ini umumnya juga rentan terhadap syok pendapatan. Sekalipun demikian secara relatif porsi dari syok pendapatan sering kali diabaikan di negara sedang berkembang. Hal ini sebetulnya juga terjadi di negara maju, namun dalam fraksi yang lebih kecil. Negara dalam posisi take off mengalami tekanan yang sangat kuat dari sisi variabel syok pendapatan dan syok keamanan secara simultan.
Apalagi jika urutan liberalisasi dilakukan secara serampangan. Misalnya liberalisasi keuangan dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukannya liberalisasi sektor riil. Akibatnya kegagalan sektor riil dalam memompa produktivitas dan daya saing menimbulkan ongkos ekonomi yang sangat besar yaitu deindustrialiasi dini. Munculnya pengangguran terselubung merupakan bensin dari segala macam kejahatan. Kombinasi dari para penganggur dari sektor industri yang memiliki pendidikan yang relatif tinggi merupakan ancaman terhadap keamanan sistem pembayaran nasional. Apalagi jika di dalam perekonomian nasional juga terdapat sektor pertambangan yang secara sistematis dan terus-menerus mengalami pertumbuhan nilai tambah yang sangat marjinal bahkan negatif. Kegagalan keamanan nasional dalam mendukung operasi sistem pembayaran yang andal dan efisien akan mengubah perilaku perbankan ke arah perilaku yang semakin tidak sehat.
Massoud and Bernhardt (2002) atau Donze and Dubec (2006) membuktikan bahwa, "Interchange fees soften the competition on deposits, because it becomes less proftable to attract a consumer when a 'foreign' consumer makes withdrawals that generate revenues." Kejahatan sektor pembayaran yang menyebabkan perbankan gagal dalam memperoleh keuntungan dari sektor ATM akan berpotensi besar terhadap peningkatan kompetisi perbankan dalam pasar depositnya. Perbankan akan terjebak dalam persaingan yang semakin ketat seperti pemberian hadiah. Dalam konteks itu perbankan di Indonesia juga berkepentingan terhadap kondisi keamanan sektor pembayaran di negara-negara lain, khususnya negara-negara yang Indonesia memiliki perjanjian perdagangan bebas seperti ASEAN. Dengan demikian, keamanan sektor pembayaran tidak dapat hanya mengandalkan kondisi keamanan di satu negara.
Seperti yang dibuktikan oleh Van Hove pasaran bersama Eropa ternyata menyebabkan perbankan di Belanda mengalami kerugian yang sangat besar. Van Hove (2005) menyebutkan bahwa, "The banks in the Netherlands incurred an overall loss of EUR 23 million on their payments business." Jika faktor keamanan diabaikan, potensi kerugian dari bisnis pembayaran akan semakin besar. Kondisi keamanan ini juga sangat terkait dengan struktur dari pasar merchant itu sendiri. Semakin efisien struktur pasar merchant tersebut, akan semakin kecil potensi kerugian yang terjadi. Rochet and Tirole (2002) menyebutkannya sebagai, "The profit maximising interchange fee on card payments is set at the maximum level that is compatible with merchants acceptance of payment cards."
Bentuk kejahatan lain di pasar pembayaran adalah kartel pada pasar merchant. Di sinilah kegagalan pasar berpotensi merusak efisiensi perekonomian nasional. Divergensi antara efisiensi provider dan para merchant akan semakin terjadi. Sesuai juga dengan apa yang dikatakan oleh Rochet and Tirole (2002) bahwa, "Merchants may accept cards even if their cost is higher than the cost of cash if there is imperfect competition on the product market." Di sinilah tugas pemerintah untuk menghapus kejahatan kartel secara sistematis diperlukan agar pasar yang tercipta boleh jadi tetap bersifat imperfect competition, tetapi memiliki teknologi yang bersifat increasing return to scale sebagaimana yang sering dikemukakan oleh Paul Krugman.
Koordinasi antara pihak kepolisian di Indonesia dan negara-negara lain, yakni perbankan Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan pasar pembayarannya harus segara diutamakan dan direncanakan secara matang. Dengan adanya jaminan keamanan antarnegara, bank di Indonesia seperti BCA yang berkonsentrasi pada pelayanan pembayaran dapat memperbesar pasar ATM mereka di luar negeri seperti yang dikemukakan oleh Donze dan Dubec. Donze and Dubec (2006) mengemukakan bahwa, "The marginal benefit of investing in ATM deployment is linked to the possibility to make profits on foreign withdrawals." Jelas bahwa keamanan dari sistem pembayaran harus fokus kepada terjadinya kondisi asimetris pada biaya, elastisitas demand dan intensitas relatif dari pengguna akhir pada pasar konsumen dan merchant. Wright (2001) and Schmalensee (2002) menekankan secara tegas bahwa, "Firstly emphasize the platform's role in balancing the demand of payment services by consumers and merchants."
Memang benar yang dikatakan mereka bahwa keamanan dalam sistem operasi pembayaran menyeimbangkan permintaan dari kedua pasar tersebut! Hanya dalam kondisi keseimbangan yang bersifat konvergensi maka fungsi operasi payment berbasis keamanan dapat berjalan secara optimum.
Oleh Achmad Deni Daruri President Director Center for Banking Crisis
0 Response to "Fungsi Operasi Payment Berbasis Keamanan"
Post a Comment