Keabsahan Ijazah Rudolf Dibeber di MK

Media Monitoring Service
Cubic Centra Indonesia (CCI)
http://www.cc-indonesia.com

Media : Internet
Website : http://www.jpnn.com/index.php?...
Tanggal : Wednesday, June 02, 2010
Penulis : sam/jpnn
Tone : Neutral

Dalam sidang lanjutan perkara sengketa pemilukada Kota Medan di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (1/6), KPU Medan hanya mengajukan enam saksi. Namun, saksi-saksi yang diajukan cukup berbobot. Keenam saksi itu adalah Kapoltabes Medan Kombes (Pol) Imam Margono, Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Hendro, Ketua Panwas Kota Medan, M Azwin, Anggota KPU Sumut Surya Perdana, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Sukabumi Ayeb Supriyatna, dan staf Dinas Pendidikan Kota Sukabumi, Supriyadi.

Belum cukup, KPU Medan juga menyodorkan ke majelis hakim MK bukti tambahan berupa fotocopi buku induk SMA Kristen Penabur Sukabumi. Ketua KPU Medan Evi Novida Ginting menyebutkan, buku induk itu dipinjam dari penyidik Polda Sumut. Personil dari Polda Sumut, Kompol Hendrik Saragih, dengan mengantongi surat tugas dari Kapoldasu, ikut datang ke persidangan untuk mengawal barang bukti tersebut.

Kubu Rudolf-Afif sendiri mengajukan 32 saksi, yang mayoritas warga biasa dan petugas KPPS. Berdasarkan pengamatan JPNN, ke-32 saksi itu bisa dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan substansi keterangan yang disampaikan di hadapan hakim Akil Mochtar, Moh Alim, dan Hamdan Zoelva. Pertama, 17 saksi memberikan keterangan bahwa mereka tidak memberikan suaranya saat pencoblosan 12 Mei 2010 alias golput. Alasannya seragam, karena menganggap idola mereka, yakni Rudolf-Afif, tidak diikutsertakan sebagai calon.

Kelompok kedua, 7 saksi menekankan bahwa mereka tak mendapatkan surat undangan memilih. Namun, kalau toh menerima undangan, mereka juga tak akan mencoblos karena Rudolf-afif tidak menjadi calon. Kelompok ketiga, sisanya, menyinggung adanya putusan PTUN dan PTTUN Medan yang sudah mengeluarkan putusan bahwa Rudolf-Afif memenuhi persyaratan, namun tak dihiraukan KPU Medan. Kelompok ketiga ini juga yang menyebutkan bahwa KPU Medan tidak menjalankan hasil pleno KPU Pusat yang menyatakan Rudolf memenuhi persyaratan.

"Di tingkat PTUN dan PTTUN Rudolf menang, tapi kenapa KPU medan tidak menjalankan. Padahal juga ada keputusan KPU Pusat agar Rudolf-Afif diikutkan sebagai peserta. Ini cacat hukum," tegas Saur Hutabarat, salah seorang saksi dari kubu Rudolf-Afif.

Nyaris, dalam persidangan kemarin seolah-olah yang mengajukan gugatan adalah Rudolf-Afif. Padahal, pasangan ini hanya 'mendompleng' gugatan Prof.Dr.M.Arif Nasution,MA-H.Supratikno,WS. Penggugat utama ini kemarin justru tak nampak di ruang sidang. Mereka hanya mewakilkan kuasa hukumnya, M Andi Asrun.

Andi Asrun sebenarnya juga mengajukan saksi dari KPU Pusat. Hanya saja, hakim MK memutuskan anggota KPU Pusat yang hadir, yakni Endang Sulastri, tetap dimintai keterangan, namun bukan sebagai saksi bagi siapa pun.

Mengenai buku induk SMAK Penabur Sukabumi, disodorkan KPU Medan saat Akil Mochtar hendak menutup sidang. Buku besar bersampul kuning dibawa ke meja hakim, lantas oleh hakim disimak sejenak. Kuasa hukum pemohon, Andi Asrun, dan kuasa hukum Rudolf-Afif, Lintong Siahaan, ikut menyaksikan. "Nama Pak Rudolf tak ada di situ. Yang ada nama rudolf Takapente," ujar anggota hakim Moh Alim, sembari menunjuk buku induk tebal itu.

Sedang Ayeb Supriyatna dari Dinas Pendidikan Sukabumi dalam keterangannya mengatakan, proses pengesahan surat keterangan pengganti ijazah harus mengacu kepada buku induk, dan format surat keterangannya sudah diatur secara baku. Dia pun mengatakan, format surat keterangan pengganti ijazah yang dimiliki Rudolf tidak sesuai dengan format baku.

Lain lagi dengan kesaksian rekan Ayeb, Supriyadi. Staf di Dinas Pendidikan Kota Sukabumi ini menceritakan kesaksiannya melihat Kepala Sekolah SMAK Penabur, Martha Christiawati, yang minta maaf di hadapan kadis pendidikan, karena merasa bersalah mengeluarkan surat No.094/1028/SMUK SI/PD/IV/2003 tanggal 26 April 2003 dan Surat Keterangan No. 099/1028/SMUKSI/PD/V/2003 tanggal 2 Mei 2003, yang menyebut Rudolf Mazuoka Pardede sebagai siswa di sekolah SMU Penabur pada ajaran 1957-1960 atau 1959-1962. "Karena setelah dicek, tak ada di nomor induk," ujar Supriyadi.

Sedang keterangan anggota KPU Endang Sulastri membenarkan KPU Pusat mengeluarkan surat hasil pleno yang meminta agar KPU Medan mematuhi putusan PTUN dan mengikutsertakan pasangan Rudolf-Afif. Hanya saja, saat dikejar dengan pertanyaan hakim, Endang tidak memberikan ketegasan mengenai seberapa kuat surat KPU Pusat itu bisa menekan KPU Medan. Dia hanya menjelaskan bahwa KPU Pusat memerintahkan KPU Sumut untuk melakukan supervisi. "Hasil supervisi KPU Sumut sudah dilaporkan kepada kami, bahwa KPU Medan melakukan upaya banding," ujar Endang. Dikatakan, memang ada hirarki KPU, namun untuk proses penetapan calon, merupakan kewenangan KPU Medan dan KPU Pusat tak bisa mengintervensi.

Keterangan Endang ini sejalan dengan penjelasan anggota KPU Sumut, Surya Perdana. Bahkan dikatakan Surya,KPU Sumut meminta KPU Medan untuk terus melanjutkan tahapan pilkada jika memang mengajukan banding atas putusan PTUN. Alasan lain,sesuai aturan, hanya kerusuhan dan gangguan keamanan yang bisa menjadi alasan penundaan tahapan. Mendengar jawaban itu, ketua hakim Akil Mochtar langsung menimpali," Ya memang hanya itu yang bisa menunda tahapan pilkada, sesuai peraturan perundang-undangan," ujar mantan anggota Komisi III DPR itu.

Sedang Kapoltabes Medan Kombes (Pol) Imam Margono dan Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Hendro, intinya menjelaskan bahwa secara umum pelaksanaan pemilukada Kota Medan berjalan lancar dan tak ada kerusuhan. Namun diakui, sempat ada unjuk rasa dari massa pendukung Rudolf-Afif, namun berlangsung damai.

Sebagai lanjutan proses persidangan, hari ini (2/6) paling lambat pukul 17.00 Wib, baik pemohon, termohon, maupun pihak terkait, diminta menyerahkan kesimpulan secara tertulis ke panitera MK. Untuk sidang pembacaan putusan belum diputuskan kapan harinya.

0 Response to "Keabsahan Ijazah Rudolf Dibeber di MK"

Post a Comment

Powered by Blogger