Presiden: Jadikan Pancasila Ideologi Yang Hidup

Media Monitoring Service
Cubic Centra Indonesia (CCI)
http://www.cc-indonesia.com

Media : Internet
Website : http://beritasore.com/2010/06/...
Tanggal : Wednesday, June 02, 2010
Penulis : ant
Tone : Neutral

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidatonya pada acara Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di kompleks gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (1/6). Kepala Negara meminta peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 tentang Pancasila dijadikan peringatan untuk memahami pemikiran-pemikiran besar Bung Karno dan untuk mengetahui jejak dan sejarah dijadikannya Pancasila sebagai dasar negara dan bagaimana bangsa Indonesia saat ini bisa mengaktualisasikannya. ( FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf/ed/hp/10. )

Jakarta ( Berita ) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak segenap bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang hidup guna menghadapi tantangan dan perubahan zaman.

Dalam pidatonya pada acara peringatan pidato Soekarno 1 Juni 1945 di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Selasa [01/06], Presiden menyatakan Pancasila tidak boleh diperlakukan sebagai dogma yang kaku apalagi dikeramatkan.

Mari kita terus menjadikan Pancasila sebagai living ideology dan working ideology yang adaptif, responsif. Tentu tidak patut kita memperlakukan Pancasila sebagai dogma kaku, apalagi dikeramatkan, tuturnya.

Perlakuan tidak tepat itu, lanjut Presiden, justru hanya menghalang-halangi Pancasila untuk merespon tantangan zaman baik pada tingkat nasional maupun dunia.

Dalam pidatonya sekitar 30 menit di depan anggota MPR, DPR dan DPD, pimpinan lembaga negara, mantan presiden dan wakil presiden dan sejumlah mantan pejabat negara, Presiden Yudhoyono menjelaskan falsafah Pancasila yang diadopsi menjadi dasar negara Indonesia itu masih aktual digunakan sebagai pedoman mengatasi tantangan dan perubahan zaman.

Karena itu, Presiden mengatakan, sudah tidak sepatutnya lagi masih ada perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Mari kita patrikan dan hentikan debat tentang Pancasila sebagai dasar negara karena itu kontraproduktif dan ahistoris, ujarnya.

Presiden dalam pidatonya juga menyatakan Pancasila yang digali dari pikiran Bung Karno sejak usianya 18 tahun itu sesungguhnya dapat menciptakan peluang guna menjawab berbagai persoalan global sehingga sikap defensif dalam menghadapi perubahan zaman dapat diubah menjadi sikap proaktif yang lebih produktif.

Contohnya, menurut dia, adalah pergulatan masyarakat dunia dalam menemukan tatanan ekonomi yang paling tepat setelah era perang dingin yang memenangkan kapitalisme namun ternyata menunjukkan wajah buruknya pada krisis ekonomi global 2008 karena menimbulkan kesenjangan lebar antara negara maju dan terbelakang.

Sedangkan Pancasila sejak awal sudah merumuskan bahwa kesejahteraan sosial harus berdampingan dengan keadilan sosial.

Terhadap semua itu Indonesia sepatutnya tak perlu silau, karena kembali kepada apa yang terkandung dalam Pancasila dan resep dasar dan fundamental ekonomi, kita pilih kesejahteraan yang berkeadilan sosial, ujarnya.

Dalam era globalisasi yang seringkali dianggap sebagai ancaman karena kian menciptakan dunia tanpa batas yang dapat menggerus nilai kebangsaan, lanjut Presiden, nilai-nilai terkandung dalam Pancasila juga masih relevan.

Dalam butir-butir pemikiran yang disahkan menjadi dasar negara pada 18 Agutus 1945 itu, Kepala Negara mengatakan, Soekarno telah menyandingkan nasionalisme dengan kemanusiaan atau internasionalisme.

Aplikasinya, marilah tidak kita jadikan nasionalisme itu narrow nasionalisme, dan jangan kita memusuhi bangsa-bangsa lain di dunia atau yang serba asing. Dalam globalisasi kita harus percaya diri, tidak perlu harus gamang dan melihat sebagai ancaman sesungguhnya, karena sejak lahirnya Pancasila sudah disatukan antara nasionalisme dan internasionalisme, tutur Presiden.

Kehadiran Presiden berpidato di depan MPR/DPR/DPD atas undangan Ketua MPR Taufiq Kiemas guna menyosialisaikan empat pilar bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hentikan Perdebatan Pancasila Sebagai Dasar Negara

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara dihentikan karena Pancasila telah menjadi nilai-nilai dasar kehidupan bernegara sejak masa kemerdekaan.

Tidak sepatutnya kita memperdebatkan kembali Pancasila sebagai dasar negara. Ini penting karena MPR RI pada 1998 melalui Ketetapan MPR nomor 18/MPR/1998 maka Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar negara. Mari kita patrikan dan mari kita hentikan debat tentang Pancasila sebagai dasar negara, karena itu kontra produktif dan ahistoris, kata Presiden dalam pidatonya memperingati Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 yang diselenggarakan MPR RI di Jakarta, Selasa.

Hadir dalam acara itu Wapres Boediono, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga putri sulung Presiden RI pertama Ir Soekarno, tiga mantan Wakil Presiden yakni Jusuf Kalla, Try Sutrisno dan Hamzah Haz serta Ketua MPR RI Taufiq Kiemas dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.

Presiden dalam pidato sekitar 30 menit itu mengatakan, Pancasila bersama UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika adalah empat pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah menjadi bagian kehidupan bangsa ini sepanjang masa.

Kalau kita ingin mengaitkan Pancasila dengan transformasi dan reformasi yang sedang kita lakukan, maka mari kita kaitkan bahwa reformasi adalah sejatinya continuity dan change, hal-hal yang masih relevan apalagi warisan dari para pendahulu kita semacam empat pilar itu tentu harus kita pertahankan dari continuity.

Hal-hal baru bisa kita lakukan untuk membuat kehidupan bernegara ini menjadi lebih baik tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar dan disini Pancasila merupakan pilar penting yang telah kita sepakati sejak Indonesia merdeka, katanya.

Untuk itu, Presiden meminta peringatan pidato Bung Karno 1 Juni 1945 tentang Pancasila dijadikan peringatan untuk memahami pemikiran-pemikiran besar Bung Karno dan untuk mengetahui jejak dan sejarah dijadikannya Pancasila sebagai dasar negara dan bagaimana bangsa Indonesia saat ini bisa mengaktualisasikannya.

Presiden juga mengatakan bahwa rangkaian dokumen sejarah mulai 1 Juni 1945 hingga teks final Pancasila yang telah menjadi konstitusi pada 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan dalam proses kelahiran falsafah Pancasila.

Presiden beranggapan bahwa pemikiran-pemikiran besar Bung Karno masih relevan dalam menghadapi tantangan keadaan bangsa Indonesia atau dunia saat ini seperti hubungan nasionalisme dengan internasionalisme atau kemanusiaan, hubungan demokrasi dengan kesejahteraan dan keadilan sosial, termasuk bagaimana bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan beragama yang sepatutnya dilakukan dalam cara berkeadaban.

Nilai Pilkada Masih Jauhi Semangat Kebangsaan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah masih terdapat nuansa yang jauh dari semangat kebangsaan karena lebih mengedepankan identitas suku, agama, dan ikatan primordialisme lain.

Dalam sambutannya pada peringatan pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Selasa [01/06] , Kepala Negara mengatakan kemunculan ikatan kedaerahan yang sempit sebagai pengaruh negatif dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah itu harus dicegah.

Karena itu, Presiden meminta agar pemimpin dan tokoh di seluruh Indonesia harus menjadi pelopor semangat kebangsaan dan bukan justru ikut-ikutan mengembangkan ikatan primordial yang merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks ini, pemimpin dan tokoh seluruh Indonesia harus menjadi contoh dan pelopor, jangan justru menjadi ikut-ikutan mengembangkan ikatan-ikatan sempit, ujarnya.

Desentralisasi dan otonomi daerah sebagai koreksi dari kebijakan pemerintah di masa lalu yang amat sentralistik, lanjut Presiden, harus diambil peluang positifnya guna meratakan kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan efek negatifnya yang menjauh dari semangat kebangsaan harus dicegah sehingga tidak semakin membesar.

Dalam pilkada masih ada nuansa yang jauh dari semangat kebangsaan, berpihak. Masih ada perkelahian antara suku dan agama di berbagai tempat. Mari kita kembali ke semangat kebangsaan Indonesia, kehendak bersatu. Desentralisasi dan otonomi daerah diambil manfaat dan tujuan utamanya seraya mencegah akses dan penyimpangan yang bisa terjadi, tuturnya.

Gotong- royong

Dalam pidatonya, Kepala Negara juga menekankan konsep negara gotong- royong seperti yang dikemukakan Bung Karno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945.

Menurut Presiden, dengan semangat pembangunan untuk semua maka Indonesia dapat menjadi negara maju pada abad ke-21 setelah berhasil mengembangkan kemandirian, daya saing, serta peradaban yang unggul.

Itu bisa dicapai kalau negara mengutamakan kebersamaan, persatuan, dan kerja keras. Maka tiada lain konsep gotong- royong yang disampaikan Bung Karno adalah semua buat semua, bekerja keras, dan saling bantu satu sama lain, katanya.

Presiden juga mengingatkan kembali semangat musyawarah dan mufakat yang diucapkan dalam satu napas dalam salah satu butir Pancasila serta demokrasi fairplay yang mengedepankan kepentingan kehidupan bangsa dan negara.

Untuk itu, menurut dia, semua masalah tidak perlu harus diselesaikan dengan cara pengambilan suara karena musyawarah masih bisa menyediakan solusi asalkan dilakukan secara ikhlas tanpa ada tekanan apa pun.

Sedangkan untuk menjaga demokrasi yang menjadi favorit masyarakat dunia saat ini namun telah hidup dalam pikiran Soekarno sejak 1945, Presiden mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga semangat konstitusi dan terus menjalankan pemilihan umum yang kredibel.

0 Response to "Presiden: Jadikan Pancasila Ideologi Yang Hidup"

Post a Comment

Powered by Blogger