BI TIDAK MAU IKUT-IKUTAN
Cakrajiya Ciptana (CCi)
http://www.cc-indonesia.com
ARTICLE CLIPPINGS | ||
Media : Neraca | | Date : Wednesday, March 24, 2010 |
Page : 5 | | Tone : Neutral |
Position : Center | | Section : Finansial |
Bank Indonesia (BI) menyatakan tidak akan menaikan suku bunga acuannya pada tahun ini. Mengingat saat ini inflasi masih dalam keadaan terkendali. Sehingga tidak perlu ikut-ikutan negara lain menaikan suku bunga BI rate.
" NERACA
Pjs Gubernur BI Darmin Nasution, mengatakan, meski Bank Sentral India memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebulan sebelum jadwal rapat kebijakan moneternya, 131 tidak akan ikut menaikan. "Kita tidak perlu meniru negara lain, kita punya pertimbangan sendiri," jelasnya.
Darmin mengatakan, laju inflasi dalam kuartal I2010 ini masih sangat rendah meskipun laju inflasi bulan Januari cukup tinggi dari biasanya. Namun kalau melihat inflasi di Februari, inflasi tahun ini kita perkirakan masih dalam track yang kita perhitungkan sebelumnya. "Sehingga belum ada kepentingan untuk mereview (kenaikan) BI Rate," tuturnya.
Bahkan menurut Darmin, laju inflasi pada bulan Maret 2010 ini diperkirakan akan sangat rendah dan berpotensi untuk terjadi deflasi. Sehingga dengan melihat tekanan inflasi yang sangat rendah, tingkat BI Rate masih bisa dipertahankan.
"Dalam hitungan BI, tingkat inflasi kuartal satu masih relatif rendah meski inflasi Januari silam sedikit naik. Inflasi rendah sekali," ujarnya.
BI rate dibanderol bank sentral di level 6,5% sejak pertengahan tahun lalu. Banyak analis memperkirakan, BI kemungkinan baru mulai mengerek suku bunga acuan di paruh kedua tahun ini seiring dengan tekanan inflasi yang diprediksi mulai menggeliat naik.
Bank Indonesia (BI) melempar sinyal tidak akan menahan penguatan mata uang Rupiah. Bank sentral hanya memfokuskan diri pada satu kepentingan yakni menjaga agar Rupiah tidak bervolatilitas terlalu tajam.
"Tapi kami tidak melakukan segala hal untuk membuat Rupiah berhenti di satu titik. BI tidak punya target Rupiah harus sekian, dan kami memang harus menjaga jangan sampai volatilitasnya terlalu tinggi," katanya.
Seperti kita ketahui, Rupiah selama sepekan terakhir meroket naik. Kalangan eksportir banyak yang mulai gerah dengan penguatan mata uang nasional tersebut.
Nah, untuk kebijakan anti exit policy, BI tengah merancangnya. Mereka mengaku tidak membuat secara parsial. Bahkan kebijakan yang pemah diambil dalam rangka menghadapi krisis yang lalu itu secara bertahap akan diubah.
"Namun kami tidak akan tergesa karena negara lain juga belum. Amerika Serikat yang merupakan episentrum 'crisis finansial global kebijakan bunga atau policy ratenya belum berubah," katanya.
Meski demikian, jika kondisi ekonomi Indonesia saat ini sudah jauh dari krisis. BI mungkin akan secera menyesuaikan din apabila greget exit policy di negara lain sudah terlihat.
Darmin menjelaskan, dalam forum G20, pembahasan tentang exit policy setiap negara selalu dibahas. Pembahasan tersebut termasuk dalam konteks mensinergikan alias mencocokkan langkah kebijakan krisis setiap negara.
"Indonesia termasuk negara yang paling sedikit mengubah aturannya ketika krisis lalu. Dan kita terbukti tahan krisis," ujarnya.
Ketika 'crisis finansial memuncak di akhir 2008 lalu, BI mengeluarkan berbagai macam aturan anyar mulai dad pengubahan aturan giro wajib minimum (GWM), lalu pemudahan syarat bagi bank yang butuh fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP), hingga aturan transaksi devisa.
Sebelumnya, Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah mengungkapkan, Dewan Gubernur BI saat ini masih me-review paket kebijakan yang akan dikembalikan lagi seperti sebelum krisis sebagai bentuk exit policy.
"Misalnya, kebijakan GWM, perubahan lelang SBI, transaksi devisa, dan seterusnya," jelasnya.
Pengamat Ekonomi BNI Ryan Kiryanto menilai kebijakan Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI rate tetap pada level 6,5 persen sudah tepat karena akan memberikan stimulus agar suku bunga perbankan tidak naik.
"Untuk memberikan stimulus agar suku bunga perbankan tidak bergerak naik dan dapat mendorong sektor riil, langkah Bank Indonesia mempertahankan BI rate 6,5 % sudah tepat dan logis," katanya.
Dia menambahkan, kebijakan BI untuk menahan BI rate pada level 6,5 persen juga untuk meredam tekanan inflasi di bulan-bulan mendatang yang diperkirakan semakin menguat.
"Kondisi makroekonomi yang relatif stabil sehingga perlu didukung dengan suku bunga yang rendah," katanya.
Selain itu, kebijakan tersebut juga sudah tepat karena kondisi nilai tukar rupiah ke depan cukup kuat dan relatif stabil. Dia mengatakan, BI rate ke depan mungkin akan bergerak naik, seiring dengan proyeksi inflasi yang juga akan menguat mencapai 5-5,5 % selama setahun, atau lebih tinggi di bandingkan 2008 yang hanya 2,78 %.
Untuk itu, Bl dalam setabun ini hanya akan menaikan suku bunga acuan BI rate sebesar 50 basis poin, sehingga pada akhir tahun BI rate akan mencapai 7 %.
BI memperkirakan bahwa selama semester pertama 2010 tidal( akan ada tekanan besar yang mendorong BI Rate perlu dinaikkan. "Awal tahun lalu kita bilang sampai dengan semester I pun kelihatannya inflasi akan dalam range perkiraan sehingga pressure untuk menaikkan BI Rate itu tidak besar," kata Deputi Gubernur BI Hartadi A Sarwono beberapa waktu lalu.
Dia juga memperkirakan inflasi Februari 2010 akan membaik dibanding dengan tingkat inflasi selama Januari 2010. Cuma estimasi besarannya, BI masih belum bisa perkirakan. "Tapi trendnya membaik," katanya.
Menanggapi langkah Bank Sentral AS The Fed yang menaikkan suku bunganya, Hartadi mengatakan, selama inflasi masih dalam koridor yang terkendali maka BI Rate masih akan aman. "Sekarang tidak usah khawatir dululah semua terkendali. Dan kami masih akan pantau terus," tegasnya.
0 Response to "BI TIDAK MAU IKUT-IKUTAN"
Post a Comment