DKI 'tolak' tawaran Suez
Cakrajiya Ciptana (CCi)
http://www.cc-indonesia.com
ARTICLE CLIPPINGS | ||
Media : Bisnis Indonesia | | Date : Wednesday, February 03, 2010 |
Page : M1 | | Tone : Neutral |
Position : Bottom-Right | | Section : Megapolitan |
Pemprov DKI 'menolak' teknologi desalinasi yang ditawarkan Suez Environment Group-perusahaan penyedia air minum asal Prancis yang menguasai 51% saham PT PAM Lyonnaise Jaya-guna mengatasi krisis bahan baku air minum di Ibu Kota.
Dirut Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta (PDAM Jaya) Hariadi Priyohutomo mengatakan teknologi penguapan air taut (desalinasi) milik Suez belum ekonomis, karena harga jualnya ke pelan$gan masih terlalu tinggi, US$1,5 per m .
"Proses penguapan air Taut yang dinamakan desalinasi itu lebih canggih dan lengkap dari pada reverse osmosis, sehingga biaya produksinya masih mahal dan harga jualnya ke konsumen juga tinggi. Taksiran kami waktu itu hanya US$1,3 per m'," ujarnya di Jakarta kemarin.
Hariadi mengatakan tawaran Suez Environnement Group kepada PDAM Jaya untuk memakai teknologi desalinasi itu disampaikan kepada Gubernur DKI Fauzi Bowo di Jakarta, kemarin.
Pejabat dari Suez yang datang ke Jakarta ketika itu adalah Senior Executive Vice President Suez Environment Group Thiery Mallet, dengan didampingi direksi Berta komisaris VT PAM Lyonnaise Jaya.
Teknologi desalinasi sendiri merupakan proses penguapan air baku dari bahan air laut yang dilakukan dalam beberapa kali kegiatan. Hasil dari penguapan itu kemudian disalurkan ke bagian penampungan untuk selanjutnya didistribusikan ke pelanggan. Teknologi itu sudah dipakai di Singapura.
Dalam kesempatan itu, manajemen Suez Envioronment Group memperkenalkan peluang pengelolaan air Taut menja
di ari baku guna memasok kebutuhan PDAM Jaya mengingat selama ini hanya mengandalkan dari Waduk Jatiluhur.
Semaktn tercemar
Kondisi air baku itu yang dialirkan melalui saluran terbuka Tarum Barat itu sendiri semakin hari semakin kotor karena tercemar limbah buangan industri dan rumah tangga di sepanjang aliran kanal tersebut.
"'Ieknologi desalinasi memang dapat melayani jaringan yang lebih luas, se- dangkan sistem reverse osmosis biasa untuk memasok kebutuhan satu kompi tentara saat tugas di lapangan. Jadi me- mang ada kelebihannya," kata Hariadi.
Anggota Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR-PAM) DKI Firdaus Ali mengatakan alternatif untuk mencari sumber air baku baru, selain upaya me- nyelesaikan proyek pemipaan saluran Tarum Barat layak diusahakan.
Apalagi, tingkat ketahanan air minum di Ibu Kota sangat rendah karena tinggi- nya pencemaran pada 13 aliran sungai yang melintas. Padahal, idealnya air di 13 -sungai di Ibu Kota itu bisa dijadikan sumber air baku PDAM Jaya.
"Dengan situasi sulit ini, PDAM Jaya melalui dua mitra kerjanya PT Palyja dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra) sangat bergantung kepada pasokan air baku dari Bendungan Jatiluhur dan air curah dari PDAM Tangerang," ujarnya.
BRPAM DKI sendiri meprediksi kebutuhan air baku untuk Palyja dan Aetra mengalami defisit yang cenderung me- ningkat dari 6,867 liter per detik pada 2010 menjadi 13,045 liter per detik pada 2015 dan 28,370 liter per detik pada 2020.
Adapun, total kebutuhan air baku sekarang untuk Palyja dan Aetra mencapai 17.700 liter per detik, dan sekitar 14.000 liter per detik bersumber dari Waduk Jatiluhur.
0 Response to "DKI 'tolak' tawaran Suez"
Post a Comment